HEADLINE

Lapor Pak! Keluarga Saya Positif Covid-19

  Bulan baru saja berganti, Juni ke Juli. Tak ada lagi hujan. Pukul 08.00 WIB, 1 Juli 2021, Bapak mertua saya yang tinggal satu atap dinyatakan positif Covid-19 setelah melakukan swab test. Istri saya yang menemani swab test pun hasilnya sama: garis dua, positif. Di rumah kami, ada tujuh orang yang hidup berdampingan. Ibu, Bapak, saya, istri, dan tiga anak; dua laki-laki, satu perempuan. Masing-masing berusia 9 tahun, 2,5 tahun, dan 1 tahun. Ada satu anggota lagi, ART yang menjaga anak saya tetapi tidak tinggal satu rumah melainkan pulang pergi, Mba L namanya. Setelah Bapak dan istri dinyatakan positif, saya mengajak Ibu dan anak pertama serta anak kedua untuk swab test. Ini kali kedua anak-anak saya swab test, di tempat yang sama. Anak kedua saya, perempuan, sempat takut, tapi saya bujuk karena yang mau di-swab test adalah Aang-nya. "Kan mau jadi dokter, Nok," kata saya membujuk. "Jadi harus ketemu dokter dulu, biar Nok belajar jadi dokt

Setangkup Surga di Gunung Kidul

Narsis dulu dengan berlatar belakang Gunung Merbabu dan Gunung Sumbing.

Dalam bayangan sebagian orang, termasuk saya, Gunung Kidul mungkin sebuah daerah gersang, berbatu, dan tidak produktif. Padahal, tidak semua perkiraan itu benar.

Menurut saya, di Gunung kidul tersembunyi sejuta pesona alam yang belum terjamah. Wilayah ini terbilang masih 'perawan' dari jejak kaki para wisatawan. Tak heran wilayah yang masuk dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu menyuguhkan pemandangan alam luar biasa indah.

Sejumlah wisata alam terhampar di Gunung Kidul. Di antaranya Hutan Tleseh, Hutan Wanagama, Hutan Sodong, Hutan Bunder, Kali Suci, Gunung Nglanggeran, Gunung Batur, Sumber Ponjong, Watulawang Resort, Watu Dakon, Waduk Beton, Lembah Ngingrong, Hargodumilah (bukit bintang), dan Gunung Gambar. Dua tempat terakhir yang paling familiar di telinga para wisatawan.

Saya yang seneng mendengar cerita orang mendaki, beruntung bisa mengunjungi salah satu sudut Gunung Kidul, tepatnya Dusun Gambarsari, Desa Jurangjero, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Perjalanan selama dua jam dari pusat kota Yogyakarta, terbayar dengan pemandangan rancak dari puncak gunung berketinggian sekitar 1.000 mdpl.

Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing berdiri tegak membentengi dusun itu. Keberadaan pegunungan dan bukit yang memamerkan kemolekannya, ditambah hamparan sawah dan rimbunnya hutan jati, membuat pemandangan di sana semakin memesona.

Kata saya sih ya, Gunung Kidul itu surga yang terabaikan. Julukan itu saya berikan setelah menangkap potensi daerah berbukit kapur yang menyimpan keindahan alam tiada tara.

Saat mendaki, saya ditemani warga asli Gunung Kidul. Namanya Pakde Madiyo (65 tahun). Pakde Madiyo mengklaim dusunnya sebenarnya subur. Selain bertani, penduduk di dusun itu ternyata juga beternak. Sapi, kambing, dan ayam jadi binatang peliharaan mereka. "Penduduk di sini mengandalkan hasil bumi, seperti menanam pohon jati," kata Madiyo yang gak terlihat lelah meski sudah 30 menit kami mendaki. Udah biasa kali beliau ini ya.

Eksotisme yang memanjakan mata selama perjalanan, memaksa saya berulang kali berhenti. Sejumlah hewan liar juga sempat saya jumpai, salah satunya seekor burung yang sedang terbang mengitari langit dusun tersebut. "Itu sepertinya burung Elang Jawa. Kadang juga ada babi hutan, lutung, dan kera," ujar Madiyo. Aduh pakde, kok saya gak beruntung dong gak bisa liat lutung. Siapa tahu ketemu kasarungnya juga.

Baru jalan sebentar, saya kembali berhenti. Abis gimana, pemandangan ciamik sayang kalau dilewatkan. Dari dusun tersebut, juga terlihat bukit-bukit berbatu alami yang menciptakan ngarai-ngarai ciamik. Sayangnya, pesona alam yang luar biasa indah belum mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Pakde Madiyo bilang ke saya kalau desanya tidak pernah dapat penyuluhan. Waduh, kok bisa daerah segini bagus dicuekin pemerintah. "Camatnya tidak pernah datang, kalau Lurah beberapa kali datang karena kan setiap lima tahun sekali berganti-ganti."

Miris juga nih daerah. Mungkin gak cuma Gunung Kidul yang diabaikan, banyak daerah yang punya potensi wisata luar biasa cuma jadi bahan cerita. Beruntung saya bisa nginjekin kaki di Gunung Kidul.

Setelah berjalan 1,5 jam, saya akhirnya sampai ke puncak gunung. Ternyata rumah Pakde Madiyo yang cukup disegani di dusun itu berdiri anggun di ujung gunung. Rumah Joglo khas Yogyakarta yang hampir semua materilnya terbuat dari kayu jati. Dinding, pintu, jendela, hingga atapnya. Ah nyaman bener deh. Gak perlu gelar tenda. Cukup gelar tiker di lantai yang sudah dipelur semen sederhana. Saat sampai Azan Magrib lamat-lamat merambat dari bukit ke bukit, lalu sampai ke telinga. Saya siapkan kamera DSLR. Besok pasti seru hunting foto saat fajar datang. Tabik.

November 2013

Comments

YOUTUBE