HEADLINE

Lapor Pak! Keluarga Saya Positif Covid-19

  Bulan baru saja berganti, Juni ke Juli. Tak ada lagi hujan. Pukul 08.00 WIB, 1 Juli 2021, Bapak mertua saya yang tinggal satu atap dinyatakan positif Covid-19 setelah melakukan swab test. Istri saya yang menemani swab test pun hasilnya sama: garis dua, positif. Di rumah kami, ada tujuh orang yang hidup berdampingan. Ibu, Bapak, saya, istri, dan tiga anak; dua laki-laki, satu perempuan. Masing-masing berusia 9 tahun, 2,5 tahun, dan 1 tahun. Ada satu anggota lagi, ART yang menjaga anak saya tetapi tidak tinggal satu rumah melainkan pulang pergi, Mba L namanya. Setelah Bapak dan istri dinyatakan positif, saya mengajak Ibu dan anak pertama serta anak kedua untuk swab test. Ini kali kedua anak-anak saya swab test, di tempat yang sama. Anak kedua saya, perempuan, sempat takut, tapi saya bujuk karena yang mau di-swab test adalah Aang-nya. "Kan mau jadi dokter, Nok," kata saya membujuk. "Jadi harus ketemu dokter dulu, biar Nok belajar jadi dokt

Mencintai Milan Bukan Soal Matematika, Tapi Matehatika

Ahlan wa sahlan AC Milan. Selamat datang (kembali) ke kompetisi kasta tertinggi di Eropa, Liga Champions.                                                                                                                                                     Kemenangan dua gol tanpa balas atas Atalanta pada laga pamungkas membuat Milan mendapatkan tambahan tiga poin dan mengantarkan I Rossoneri finis sebagai runner-up Liga Italia Serie A musim 2020/2021 di bawah sang juara, Inter Milan.

Meski finis sebagai runner-up, sejatinya Milan lolos dari lubang jarum. Sebab, kepastian tiket Liga Champions baru didapat pada akhir musim, setelah sang adik, Inter, memastikan gelar scudetto pada pekan ke-34. Padahal, Milan sempat tak tersentuh di puncak klasemen selama paruh musim. Namun, inkonsistensi membuat Milan sempat terjerembap ke posisi lima alias keluar dari zona Liga Champions.

Hasil ini bisa dibilang di luar ekspektasi para Milanisti. Bayangkan saja, Milan di atas kertas yang seharusnya bisa bisa menang dari Cagliari pada pekan ke-37 malah membuang kesempatan mengunci tiket Liga Champions sekaligus membuat Juventus berpeluang bermain di Liga Eropa.

Harapan itu membubung tinggi setelah pada pekan sebelumnya Milan tampil ganas dengan membumihanguskan Stadion Olimpiade Torino, markas saudara sekota Juventus, Torino, dengan skor meyakinkan, 7-0. Milan pun divonis sudah game over karena secara matematika bakal kesulitan menang dari Atalanta di pekan terakhir. Di atas kertas, Milan kalah jika melihat statistik beberapa pertandingan terakhir. Namun, di atas rumput semua bisa berubah.


Sepak bola bukan matematika. Bagi Milanisti, sepak bola adalah matehatika, yang bermakna mencintai Milan bukan sekadar hitung-hitungan angka, tetapi hitungan hati. Lolos atau tidak Milan ke Liga Champions, Milanisti akan tetap menjadi Milanisti. Fan Milan yang menghujat dipastikan hanya kecewa, tetapi tidak membenci.

Seperti dunia tahu, Milan lolos ke Liga Champions setelah absen selama tujuh tahun. Klub yang memiliki DNA Champions ini kembali ke habitatnya, bermain dengan klub-klub ganas Eropa. Milan divonis sudah game over dan dinilai tidak layak bermain di Liga Champions. Namun, takdir berkata lain. Milan ternyata mampu menuntaskan misi pada awal musim, finis di empat besar, meski peluang juara terlepas.

Milan kini akan mewakili Italia bersama Inter, Atalanta, dan Juventus bermain di Liga Champions musim depan. Sayangnya, Milan bisa jadi hanya menjadi bulan-bulanan jika tidak segera berbenah. Catat alasannya. Milan kemungkinan akan kehilangan sejumlah gladiatornya yang bermain luar biasa pada musim ini.

Sebut saja Mario Mandzukic yang kemungkinan dilepas bebas transfer karena minim kontribusi, kiper Antonio Donnarumma, atau Samu Castillejo. Belum lagi tiga pemain pinjaman, yakni Braim Diaz, Diogo Dalot, dan Soualiho Meite. Dalot kembali ke MU, Meite balik ke Torino, Diaz yang bermain luar biasa kemungkinan ditarik kembali oleh Real Madrid. Satu lagi pemain pinjaman yang bermain ciamik musim ini, Fikayo Tomori. Milan wajib mempermanenkannya dari Chelsea jika lini belakangnya ingin tetap kokoh seperti sekarang.

photo
Playmaker AC Milan, Hakan Calhanoglu. - (EPA-EFE/MATTEO BAZZI)
 

Dan, tentu saja dua pemain yang paling menyita pemberitaan dan emosi para Milanisti, Gianluigi Donnarumma dan Hakan Calhanoglu. Kedua pemain yang kontraknya habis pada 30 Juni mendatang santer bakal angkat kaki dari San Siro secara gratis. Alasannya, perpanjangan kontrak keduanya belum menemui titik temu. Alasannya, apalagi kalau bukan soal gaji yang diminta terlampau tinggi.

Hakan meminta gaji 6 juta euro per musim. Sebelumnya, playmaker berdarah Turki itu bergaji 2,5 juta euro. Milan yang hanya mau menaikkan gajinya menjadi 4 juta euro disebut akan kehilangan Hakan disebut akan berganti jersey usai mendapatkan penawaran gaji 8 juta euro dari klub Qatar. Kemungkinan besar Hakan akan pergi.

photo
Kiper AC Milan Gianluigi Donnarumma. - (EPA-EFE/MATTEO BAZZI)
 

Sementara, Donnarumma lebih gila lagi. Ya memang, peran Donnarumma amat sangat vital di bawah mistar. Dia nyaris tak tersentuh, kecuali saat cedera atau diistirahatkan untuk laga penting. Agennya, Mino Raiola, meminta kompensasi 20 juta euro jika ingin Donnarumma bertahan disertai permintaan gaji 10 juta euro. Gaji yang amat sangat tinggi untuk ukuran pemain yang belum baru memberikan satu gelar, Super Coppa Italia.

Donnarumma sejatinya adalah produk asli akademi Milan. Saat usianya masih 16 tahun, ia dipromosikan Sinisa Mihajlovic yang pernah menukangi Milan. Kariernya melesat berkat penampilannya yang hebat. Namun, kecintaan Donnarumma kepada Milan dipertanyakan. Alasannya, apalagi jika bukan permintaannya yang selangit setiap mau memperpanjang kontrak.

Sang agen menawarkan Donnarumma ke sejumlah klub Eropa. Banyak yang tertarik, apalagi dengan status gratis dan kualitas yang luar biasa, kiper 22 tahun itu bisa menjadi aset klub pada masa depan. Juventus adalah satu dari sederet klub Eropa yang mengincar jasa Donnarumma. Namun, jika Donnarumma jadi pindah ke Juventus (apalagi karena tawaran gaji 10 juta euro per musim), itu akan menjadi pengkhianatan terbesar sepanjang sejarah Serie A.

Donnarumma dan Hakan perlu belajar dari banyak legenda Milan yang mencintai klub ketika sudah bergabung. Baresi, Costacurta, hingga Maldini, adalah sederet produk akademi Milan yang setia hingga akhir karier tanpa meributkan soal gaji.

Baresi, Costacurta, dan Maldini yang sudah menyumbangkan banyak gelar berkat puluhan tahun mengabdi di Milan, memilih pensiun di San Siro. Tak pernah terdengar ketiga maskot Milan ini merengek kenaikan gaji.

photo
Paolo Maldini dan Franco Baresi. - (IST)
 

"Begitu Milan mengalir melalui nadimu, itu akan mengalir selamanya dalam darahmu". Pernyataan tentang bagaimana cara mencintai Milan itu keluar dari seorang salah satu maestro lapangan tengah dunia, Rui Costa. Playmaker yang pindah dari Fiorentina itu amat sangat mencintai Milan, dan perkataan Rui Costa bisa menjadi tamparan para pemain yang tidak mencintai Milan demi nama uang.

Atau kita bisa belajar dari kisah Ricardo Kaka yang rela menjual jiwanya untuk Milan. Kaka yang mengalami karier luar biasa bersama Milan, setuju dijual pada 2009 ke Real Madrid untuk menyelamatkan Il Diavolo Rosso dari kebangkrutan. Kecintaan Kaka tak hanya sekadar basa-basi seperti mencium lambang klub. Kaka membuktikannya dengan enggan menerima gaji ketika sedang cedera.

Donnarumma dan Hakan rasanya perlu mengikuti jalan para legenda Milan. Apalagi, Milan yang dipastikan bermain di Liga Champions musim depan bisa menjadi alasan kuat keduanya lebih lama membela panji pemilik gelar juara Eropa di Italia tersebut. Itu pun jika keduanya memiliki kecintaan dan kebanggan berseragam merah hitam.

Namun, Milan juga perlu berbenah. Jika tidak bisa mempertahankan pemain bintangnya, baik karena alotnya transfer atau ditarik kembali oleh klubnya, Milan wajib belanja pemain. Milan tak bisa terus menerus berharap pada ketajaman Sang Dewa Zlatan Ibrahimovic di lini serang. Apalagi, mereka bakal menghadapi jawara-jawara liga-liga elite Eropa, sementara Milan minim mesin gol ditambah Ibra yang sudah menua dan diganggu cedera.

photo
Juru gol AC Milan, Zlatan Ibrahimovic. - (EPA-EFE/MATTEO BAZZI)
 

Milan juga perlu memperhatikan regenerasi dan promosi para pemain dari akademi sendiri. Sebut saja Daniel Maldini yang tidak banyak diberikan kesempatan bermain. Jangan sampai Milan kembali merasakan keguncangan pascapensiunnya sejumlah bintang secara bersamaan pada musim 2009. Sehingga diharapkan Milan yang memiliki tujuh gelar Liga Champions itu mampu berbulan madu lebih lama tahun ini setelah tujuh tahun absen di Liga Champions.

Milan perlu penyerang seperti Shevchenko, Inzaghi, atau sang supersub, Gilardino. Milan perlu pengatur ritme seperti Pirlo, perusak irama permainan lawan layaknya Gattuso, magicians setara Kaka, atau tembok baja seperti Maldini dan Nesta.

Atau seperti harapan para Milanisti yang bermimpi Milan kembali menjadi The Dream Team yang diisi pemain-pemain bintang, mulai dari Donadoni, Baresi, Tassotti, Boban, Bierhoff, Savićević, hingga trio Belanda yang melegenda, Marco van Basten, Frank Rijkaard, dan Ruud Gullit.

Pada akhirnya, seperti halnya setiap Muslim yang mencintai Palestina, bagi para Milanisti, mencintai Milan bukan memakai hitungan angka dalam matematika, tetapi hitungan matehatika. Ahlan wa sahlan Milan. Forza Milan. Selamat berjuang.

 

Tulisan ini juga bisa dibaca di Republika.co.id.

Comments

YOUTUBE