HEADLINE

Lapor Pak! Keluarga Saya Positif Covid-19

  Bulan baru saja berganti, Juni ke Juli. Tak ada lagi hujan. Pukul 08.00 WIB, 1 Juli 2021, Bapak mertua saya yang tinggal satu atap dinyatakan positif Covid-19 setelah melakukan swab test. Istri saya yang menemani swab test pun hasilnya sama: garis dua, positif. Di rumah kami, ada tujuh orang yang hidup berdampingan. Ibu, Bapak, saya, istri, dan tiga anak; dua laki-laki, satu perempuan. Masing-masing berusia 9 tahun, 2,5 tahun, dan 1 tahun. Ada satu anggota lagi, ART yang menjaga anak saya tetapi tidak tinggal satu rumah melainkan pulang pergi, Mba L namanya. Setelah Bapak dan istri dinyatakan positif, saya mengajak Ibu dan anak pertama serta anak kedua untuk swab test. Ini kali kedua anak-anak saya swab test, di tempat yang sama. Anak kedua saya, perempuan, sempat takut, tapi saya bujuk karena yang mau di-swab test adalah Aang-nya. "Kan mau jadi dokter, Nok," kata saya membujuk. "Jadi harus ketemu dokter dulu, biar Nok belajar jadi dokt

Nostalgia Bersama Alwi Shahab

"Karta... Karta... Abah sudah sampai di kantor."

Abah saya, Alwi Shahab memanggil saya lewat sambungan ponsel pukul 11 siang di suatu hari sekitar tiga tahun lalu.

Abah saat itu masih kuat ingatannya, bahkan masih bisa mendaras buku dan mengetik di komputer di ruang kerjanya. Setahun setelahnya, pascaoperasi katarak di Singapura, kesehatan Abah drop dan sempat tak ke kantor beberapa bulan. Tetapi soal semangat kerja, Abah gak ade lawan.

Pernah ya, sudah sampai kantor, Abah minta pulang karena mau BAB --maklum Abah harus butuh bantuan untuk buang hajat mengingat kondisi kesehatan--, tapi luar biasanya Abah minta balik lagi ke kantor, cuman biar bisa bertemu dan bercerita ke saya.

Setelah pulih, meski jalannya sudah inak-inuk kata orang Jawa, Abah tetap ke kantor. Namun metodenya saya ganti, Abah tak lagi menulis, melainkan merawikan apa saja yang Abah mau ceritakan. Atau terkadang saya sayang bertanya dan menuangkan cerita Abah dalam bentuk tulisan. Tulisan Abah masih bisa dinikmati di kanal Selarung Republika.

Sayangnya, Abah harus menyerah setahun belakangan. Pasca-Lebaran Abah pernah stroke ringan dan sejak itu ingatannya mulai memudar. Ingatannya melompat-lompat jauh ke masa anak-anak, remaja, atau saat masih liputan sebagai wartawan.

Soal sejarah, ingatan Abah tak lagi sempurna. Namun ceritanya masih kuat, meski tak lagi beraturan. Saat ketemu saya pun, Abah harus diajak bicara beberapa menit untuk meraih ingatannya yang digerogoti usia.

Namun ada satu nama orang yang tak pernah lenyap dari ingatan Abah: UMI MARIAM, istri yang sudah 50 tahun lebih mendampingi. "Yem, yem, sini Yem," pinta Abah saat syukuran acara 80 tahun usia Abah. Saat itu Abah sembari senyum dan tangannya meraih tangan Umi.

"Kamu harus punya panggilan sayang ke istrimu. Seperti Abah manggil Umi kamu; Yem," ucap Abah.

Semua riwayat cinta Abah dan Umi yang pernah saya dengar, gak kalah romantis dari Doel-Sarah. --dibuat buku ciamik nih.

Barakallah Abah, semoga Allah senantiasa menjaga Abah dan Umi. Barokah usianya dan selalu sehat.

"Iya dong, Abah sehat terus. Apa kita terusin program melancong lagi kayak dulu? Abah nanti pakai kursi roda, kamu bantu cerita. Kamu Abah kasih nama; Karta Shahab," tuturan Abah dulu di ruang kerja Republika.

Comments

YOUTUBE