Fitria Handayani tidak bisa menahan air matanya ketika pertama kali masuk ke dalam kelas, Selasa (25/11). Ia mengaku terharu lantaran puluhan anak didiknya berbaris rapi di dalam kelas sembari menyanyikan himne guru tepat di Hari Guru.
Kejutan tidak sampai di sana. Ia juga mendapatkan seikat bunga dan ucapan selamat Hari Guru yang digoreskan murid-muridnya di papan tulis menggunakan spidol hitam. Perempuan berusia 28 tahun itu merupakan guru kelas 5, SDN 04 Cilandak Timur, Jakarta Selatan.
"Ini kado terindah," kata Fitria saat berbincang dengan Republika, Selasa sore. "Senang dinyanyikan murid-murid saya."
Tidak hanya Fitri yang mendapatkan hadiah dari murid-muridnya. "Guru-guru yang lain di sekolah saya juga mendapatkan hadiah. Bahkan, murid kelas 6 membacakan puisi untuk gurunya," seloroh dia.
Fitria adalah satu dari sekian banyak guru yang mengajar di Jakarta. Menurutnya, guru merupakan pekerjaan yang tidak kalah hebat dari seorang dokter, menteri, bahkan presiden sekalipun.
"Karena, menjadi guru merupakan sebuah pengabdian. Semua bisa menjadi orang hebat karena peran guru," ucap perempuan yang setiap hari mengendarai sepeda motor dari rumahnya di Pasar Minggu ke sekolah tempatnya mengajar.
Selama hampir sembilan tahun menjadi guru, pengalaman pahit dan manis sudah ia telan. Salah satu yang menurutnya menjadi pengorbanan seorang guru adalah berat mengajukan cuti. Kecuali jika menikah, melahirkan, ataupun sakit. Sebab, banyak guru, termasuk dirinya, merasa kasihan jika meninggalkan anak didik untuk sekedar berlibur.
"Ini salah satu pengorbanan guru yang jarang dilihat. Jika pegawai swasta bisa cuti, kami para guru baru bisa libur setelah pembagian rapor. Itu pun terkadang kami harus mengerjakan tugas lainnya," kata dia.
Meski demikian, perempuan berkacamata ini tidak ingin mengeluh. Ia sadar betul pekerjaannya merupakan profesi istimewa lantaran memelihara dan mengajarkan calon-calon penerus harapan bangsa.
"Semua saya jalani atas dasar ibadah," ujar perempuan berjilbab itu. Menjadi guru, menurutnya, juga tidak hanya memberikan pelajaran ilmu pasti, tapi juga membentuk murid-murid agar memiliki akal budi yang baik.
"Kami para guru juga dituntut menjaga akhlak murid-murid kami. Coba jika ada murid yang nakal, pasti guru yang disalahkan. Padahal, orang tua, keluarga, dan lingkungan juga berperan membentuk pola pikir dan perilaku anak. Tapi, kami para guru ikhlas menjadi pengawal akhlak murid-murid kami," papar alumnus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.
Ia merawikan menjadi guru merupakan cita-citanya sejak kecil. Apalagi, ibunya juga seorang guru sehingga darah pendidikan begitu deras mengalir di dalam dirinya. "Ibu mertua dan tiga kakak ipar saya juga seorang guru," kata dia.
Di Hari Guru, ia berharap seluruh guru di Indonesia bisa sejahtera, khususnya guru-guru honorer yang nasibnya masih terkatung-katung bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil. "Banyak guru yang dibayar murah, tapi dituntut menjaga akhlak anak didik. Semoga pemerintah mampu menyejahterakan kami," ucapnya berharap.
Comments
Post a Comment