HEADLINE

Lapor Pak! Keluarga Saya Positif Covid-19

  Bulan baru saja berganti, Juni ke Juli. Tak ada lagi hujan. Pukul 08.00 WIB, 1 Juli 2021, Bapak mertua saya yang tinggal satu atap dinyatakan positif Covid-19 setelah melakukan swab test. Istri saya yang menemani swab test pun hasilnya sama: garis dua, positif. Di rumah kami, ada tujuh orang yang hidup berdampingan. Ibu, Bapak, saya, istri, dan tiga anak; dua laki-laki, satu perempuan. Masing-masing berusia 9 tahun, 2,5 tahun, dan 1 tahun. Ada satu anggota lagi, ART yang menjaga anak saya tetapi tidak tinggal satu rumah melainkan pulang pergi, Mba L namanya. Setelah Bapak dan istri dinyatakan positif, saya mengajak Ibu dan anak pertama serta anak kedua untuk swab test. Ini kali kedua anak-anak saya swab test, di tempat yang sama. Anak kedua saya, perempuan, sempat takut, tapi saya bujuk karena yang mau di-swab test adalah Aang-nya. "Kan mau jadi dokter, Nok," kata saya membujuk. "Jadi harus ketemu dokter dulu, biar Nok belajar jadi dokt

Menonton Kepala Dipenggal di Gerbang Amsterdam


Kota Batavia dulu pernah memiliki sebuah gerbang yang menghubungkan tembok kota/benteng/kastil dengan wilayah luar. Namanya Gerbang Amsterdam (Amsterdam Poort) atawa Kasteelpoort. Pintu gerbang itu dulu letaknya ada di Kanaal Weg atau Jalan Tongkol, Pasar Ikan, Jakarta Utara. Gerbang itu dulunya dibangun untuk melengkapi Kasteel van Batavia (Kastil Batavia) yang dibuat pada tahun 1619 oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen.

Posisi gerbang tersebut ada di sebelah selatan kastil, atau sekitar 500 meter dari Stadhuis atau Museum Sejarah Jakarta, atau yang lebih dikenal sebagai Museum Fatahillah. Namun karena keadaan semakin tidak sehat, pusat pemerintahan dipindahin dari Pasar Ikan ke Weltevreden (Gambir, Pasar Baru, Senen) dan berpusat di Stadhuis.

Gerbang sempat direnovasi dengan gaya Rococo oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Wilem Baron van Imhoff (1743-1750). Jadi semua orang yang mau masuk ke dalam Kota Batavia dari arah Pelabuhan Sunda Kelapa saat itu harus melewati Gerbang Amsterdam.

Waktu Kastil Batavia diancurin sama Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811), gerbang ini selamat. Bahkan sempet dipugar degan ditambah patung Dewa Mars (dewa perang Romawi) dan Dewa Minerva (dewa kesenian Yunani). Dalam buku Batavia in Nineteenth Century Photographs, Scott Merrillees ditulis, penghancuran gerbang pelan-pelan terjadi sekitar 1869 saat trem beroperasi di Batavia. Karena Gerbang Amsterdam gak bisa dilewatin trem, sisi-sisi gerbang pun dihancurkan.

Rute trem saat itu dari Kanaal Weg (Jalan Tongkol) hingga ke Prinsenstraat (Jalan Cengkeh), Nieuwpoort Straat (Jl Pintu Besar Utara dan Jalan Pintu Besar Selatan) ampe Molenvliet (Jalan Gajah Mada). Gerbang Amsterdam akhirnya beneran diratain ame tanah tahun 1950 karena alasan mengganggu lalu lintas.

Nah, catatan sejarah paling gila dari gerbang ini adalah, jadi tempat hukuman mati. Di sekitar gerbang tuh dulunya jadi tempat eksekusi mati penjahat atau budak belian yang diadukan majikannya. Hukuman mati bisa digantung atawa dipenggal pake golok.
Karena pake golok, udah tau dong siapa algojonya; pribumi! Iya orang pribumi yang diperjakan sebagai algojo bertugas menjadi tukang jagal sampe kepala orang yang dihukum lepas dari badan.
Tapi prosesi hukuman mati buat orang di zaman itu seremnya malah kayak jadi hiburan, tontonan. Bahkan banyak yang jualan makanan/minuman kayak di pasar malem. Cangcimen... Cangcimen. Ajegile.

Comments

YOUTUBE