HEADLINE

Lapor Pak! Keluarga Saya Positif Covid-19

  Bulan baru saja berganti, Juni ke Juli. Tak ada lagi hujan. Pukul 08.00 WIB, 1 Juli 2021, Bapak mertua saya yang tinggal satu atap dinyatakan positif Covid-19 setelah melakukan swab test. Istri saya yang menemani swab test pun hasilnya sama: garis dua, positif. Di rumah kami, ada tujuh orang yang hidup berdampingan. Ibu, Bapak, saya, istri, dan tiga anak; dua laki-laki, satu perempuan. Masing-masing berusia 9 tahun, 2,5 tahun, dan 1 tahun. Ada satu anggota lagi, ART yang menjaga anak saya tetapi tidak tinggal satu rumah melainkan pulang pergi, Mba L namanya. Setelah Bapak dan istri dinyatakan positif, saya mengajak Ibu dan anak pertama serta anak kedua untuk swab test. Ini kali kedua anak-anak saya swab test, di tempat yang sama. Anak kedua saya, perempuan, sempat takut, tapi saya bujuk karena yang mau di-swab test adalah Aang-nya. "Kan mau jadi dokter, Nok," kata saya membujuk. "Jadi harus ketemu dokter dulu, biar Nok belajar jadi dokt

Bashir Diyakini Menang Pemilu

Sudan menggelar pemilu presiden dan parlemen secara bersamaan, Senin (13/4). Pemungutan suara dimulai pukul 08.00 waktu setempat. Ini juga merupakan pemilu pertama setelah Sudan Selatan memisahkan diri sejak 2011.

Presiden Omar al-Bashir diyakini akan memenangkan pemilu ini. Sementara, oposisi memutuskan memboikot pemilu yang dianggap berlangsung di bawah tekanan. Terdapat 13 juta warga yang mempunyai hak pilih.

Dikawal sejumlah polisi, tentara, dan beberapa pengawal pribadi, Presiden Omar Al-Bashir datang ke tempat pemungutan suara (TPS) di Sekolah St Francis, Kota Khartoum, Sudan. Ia mengenakan pakaian khas Sudan, Jalabiyah dan serban berwarna putih.

Bersama ratusan warga Sudan lainnya, Bashir yang tiba di TPS sekitar pukul 11.00 WIB untuk menggunakan hak suaranya. Tak hanya Bashir, sejumlah pejabat juga mencoblos di TPS yang sama, di antaranya, Menteri Pertahanan Abdelraheem Mohammed Husain.

Pemerintah Sudan mengerahkan 75 ribu personel polisi untuk mengamankan jalannya pemilu. Puluhan ribu aparat itu disebar ke seluruh wilayah Sudan. Sejumlah lembaga pemantau juga mengawal pemilu, di antaranya dari Uni Afrika, Liga Arab, dan OKI.

Komisi Pemilihan Nasional (NEC) Sudan mengumumkan, 44 partai politik dan 16 calon presiden, termasuk Bashir, bertarung memperebutkan suara terbanyak di pemilu kali ini. Sementara, pemilih yang tercatat berhak memberikan suaranya sekitar 13 juta.

Wakil Ketua Komisi Pemilihan Nasional (NEC) Sudan, Abdalla A Mahdi, mengungkapkan, cara penghitungan hasil suara pada pemilu di Negeri Dua Sungai Nil itu tidak menggunakan alat elektronik. “Semuanya penghitungan suara dilakukan secara manual,” kata dia.

Sudan juga akan menggelar pemilihan parlemen dan pemilihan di tingkat negara bagian. Pemilu tahun ini akan ditutup pada Rabu (15/4), sementara hasil penghitungan suaranya akan diumumkan pada 27 April mendatang.

Selain wartawan Indonesia, sejumlah juru warta dan akademisi dari berbagai negara juga hadir dan ikut memantau jalannya pemilu. Seperti, dari Afrika Selatan, Taiwan, Rusia, Tunisia, Turki, hingga Mesir.

Sejumlah sumber Republika mengatakan, pemilu di Sudan sangat sepi dan lebih meriah pemilihan bupati di Indonesia. “Di sini tenang. Tapi, justru yang tenang seperti ini ditakutkan tiba-tiba bergejolak,” kata sumber tersebut.

Terlepas dari banyaknya nada-nada sumbang dari pihak oposisi yang  menyebut pemilu hanya rekayasa Bashir, pesta demokrasi di Sudan berlangsung cukup damai. Tidak terlihat aksi massa yang secara terang-terangan menentang pemilu di negeri ini.

Sejumlah warga Sudan yang sempat Republika temui mengatakan sengaja datang ke TPS untuk memilih Bashir. Tapi, ada juga yang enggan memilih dan menjadi golput. “Saya tidak ikut memilih,” kata Abu Bakar.

Lain lagi dengan Abu Ali. Pria yang mengaku sebagai wartawan itu mengaku menyempatkan diri ikut memberikan suaranya. “Tapi rahasia,” ucap dia. Mohammed Al-Khateeb mengatakan, cara memberikan suara pada pemilu negaranya seperti di Indonesia.

Ahmed Sulieman, seorang profesor, ikut bergabung dalam antrean di St Francis School, Khartoum. Ia memiliki alasan tersendiri tak ikut memboikot pemilu seperti oposisi. Menurut dia, pemilu merupakan satu-satunya cara melakukan transisi kekuasaan yang damai.

Banyak negara, jelas dia, menderita di tengah perebutan kekuasaan yang kadang berakhir dengan pertikaian. “Saya di sini untuk ikut menciptakan stabilitas dan keamanan.”

Bashir memerintah Sudan selama 25 tahun dan mencitrakan diri sebagai simbol stabilitas. Ia selamat dari gelombang Musim Semi Arab yang berlangsung pada 2011.

Terbentuknya negara baru, Sudan Selatan, yang didukung AS pada 2011, membuat Sudan kehilangan sepertiga wilayah dan populasinya, serta 80 persen pendapatan dari minyak. Pecahnya Sudan menjadi dua negara mengakhiri perang sipil.

Kerugian ekonomi akibat lahirnya Sudan Selatan, memaksa Bashir menerapkan kebijakan pengetatan ekonomi pada 2013. Ini memicu aksi antipemerintah dalam skala besar. Pasukan keamanan dikerahkan untuk meredam aksi. Sebanyak 200 orang tewas dan ratusan lainnya ditahan.

* Tulisan ini pernah dimuat di Harian Republika, Selasa, 14 April 2015

Comments

YOUTUBE