1. Masuk
Republika harus bisa ngaji ya?
2. Tes masuk
Republika ada hafalan Alquran-nya ya?
3. Harus bisa bahasa Arab ya di
Republika?
4. Wartawan
Republika? Silakan pimpin doa, Mas!
5. Pasti karyawan
Republika kerjanya sambil dzikir ya?!
6. Wartawan
Republika pakai jilbab semuanya ya?
Enam pertanyaan sekaligus pernyataan itu adalah deretan teratas yang sering
saya dengar. Baik langsung disampaikan orang ke telinga caplang saya,
atau cerita dari kawan-kawan di
Republika yang mendapatkan pertanyaan serupa.
Beberapa
kali saya datang di acara silaturahim dari berbagai profesi (bukan
liputan) saya "dipaksa" memimpin doa. Alasannya: saya wartawan
Republika!
Bahkan...
Jangan tertawa ya. Salah satu sohib saya di kantor pernah diminta
pengurus masjid untuk membimbing seorang pria yang mau masuk Islam. Saat
itu dia yang mau liputan "dipaksa" memualafkan seorang pria karena
ustaz yang dijadwalkan pengurus masjid tak jadi datang. Alasannya: dia
wartawan
Republika!
Orang yang sama. Dia juga pernah diminta naik mimbar untuk ceramah saat ikut liputan seorang ustaz di Irian.
Saya yang mendengar cerita ini sambil bergurau bilang: Subhanallah, itu pengurus masjid
ketipu sama
elu! --Tapi Insha Allah beliau salah satu orang terbaik di
Republika karena bertahun-tahun menjadi pemegang kanal Khazanah.
Cerita lain, ada seorang kiai yang terang-terangan meminta seorang wartawan
Republika
--yang beberapa kali meliput kegiatan pesantrennya-- untuk menikahi
putrinya. Dia mau dijadikan menantunya kiai. Alasannya: dia wartawan
Republika. Sayangnya, wartawan yang saya
omongin ini belum berani mengikuti sunnah Rasulullah.
Ada juga wartawati
Republika yang dipinang seorang bapak di bus kota, untuk jadi istri anaknya yang seorang dokter. Bapak itu adalah pembaca setia
Republika, dan mungkin dia yakin wartawati
Republika adalah jaminan calon istri solehah.
"Saya kira wartawan
Republika,
ngetik
beritanya sambil dzikir, serius terus. Ternyata sering bercanda juga
ya," atensi seorang mahasiswi magang di hari terakhirnya bekerja sebagai
wartawan magang
Republika.
Saya hanya mengulum senyum. Karena bekerja di
Republika tak melulu soal dikejar-kejar
deadline. Kami juga sering
ngabodor, ngacapruk.
Kami,
Republika sadar sudah menjadi
brand ambassador
umat Islam. Baik atau buruknya kelakuan kami, bisa dianggap mencitrakan
Islam. Sehingga kami sebisa mungkin mengindari jangan sampai ada
cibiran, "Kok wartawan koran Islam kelakuannya begitu".
Selama hampir satu dekade saya bersama
Republika,
perasaan terkuat yang saya dapatkan adalah memiliki banyak saudara,
banyak guru. Insha Allah kami bersaudara di dunia, bertetangga di surga.
Aamiin.
Selain itu lingkungan
Republika sangat nyaman untuk beribadah. Bagi yang pernah berkunjung ke
Republika
pasti tahu, jika di 4 waktu shalat (kecuali Subuh) akan terdengar suara
adzan di semua lantai gedungnya. Setiap selesai Shalat Ashar ada kultum
dan mendaras kitab di mushala.
"Abang-abang harus bersyukur
dikumpulkan di lingkungan yang sangat mendukung untuk beribadah
bersama-sama," kata Ustaz Khalidi Asadil Alam, pemeran Khairul Azzam di
film Ketika Cinta Bertasbih, saat berbagi cerita di mushala
Republika beberapa waktu lalu.
Menjadi wartawan, khususnya di
Republika
memang harus siap mengorbankan waktu. Termasuk waktu saat Idul Fitri.
Putra pertama saya pernah tiba-tiba datang ke ruang kerja saya di rumah,
saat saya dapat jatah piket hari pertama Idul Fitri. "Abati... Abati,
kalau Abati kerja terus, kapan kita jalan-jalannya?"
Lebaran memang bukan liburan untuk wartawan, Nak. (
Baca Juga: Kami yang tak Bisa Lebaran Bersama Keluarga)
Beratnya tugas kami,
Republika,
sebagai pasak umat, membuat seorang senior di kantor pernah berpesan,
"Setengah kaki kita ada di surga. Karena kita wartawan, khususnya
wartawan
Republika, mengemban tugas kenabian. Yaitu menginformasikan kebenaran kepada umat Rasulullah."
Detik
berganti menit, menit berpindah jam, jam beralih hari, hari menjadi
pekan, pekan bersalin bulan, bulan berpindah tahun, tahun berubah
dekade. Sejak pertama kali terbit pada 4 Januari 1993, selama 27 tahun
ini kami berupaya menjadi "Rumah Seluruh Umat Islam" di Indonesia. Kami
tetap teguh membela kepentingan umat Islam, di berbagai gelanggang
kepentingan. Insha Allah kami akan tetap menjadi pengawal isu-isu
terkait kepentingan umat.
Terima kasih kepada para pembaca setia kami. Doakan
Republika
tetap menjadi media yang menjaga kehormatan umat. Setiap huruf yang
kami rangkai menjadi kata dan kalimat hingga berita, menjadi amal shaleh
dan pemberat timbangan kebaikan di akhirat. Doakan
Republika tetap istiqamah. Doakan
Republika bertahan dari gempuran fitnah. Dan yang tak kalah penting, doakan juga agar seluruh karyawan
Republika lebih sejahtera, di dunia dan akhirat. Aamiin.
Di akhir tulisan ini saya hanya sekadar mengingatkan:
Jika Anda ketinggalan informasi: Kapan sih 1 Ramadhan? Buka
Republika.
Mencari jadwal shalat? Klik
Republika.
Mau tahu sejarah Islam? Baca
Republika.
Cari pasangan atau menantu yang sholeh atau sholehah? Coba lamar karyawan/karyawati
Republika.
Jadi benar
gak ada tes ngaji dan bahasa Arab untuk masuk
Republika?
Jawabannya:
Gak ada. Masuk
Republika cukup ucap salam dan lapor satpam ada hajat apa. Hehehehe...
Comments
Post a Comment