HEADLINE

Lapor Pak! Keluarga Saya Positif Covid-19

  Bulan baru saja berganti, Juni ke Juli. Tak ada lagi hujan. Pukul 08.00 WIB, 1 Juli 2021, Bapak mertua saya yang tinggal satu atap dinyatakan positif Covid-19 setelah melakukan swab test. Istri saya yang menemani swab test pun hasilnya sama: garis dua, positif. Di rumah kami, ada tujuh orang yang hidup berdampingan. Ibu, Bapak, saya, istri, dan tiga anak; dua laki-laki, satu perempuan. Masing-masing berusia 9 tahun, 2,5 tahun, dan 1 tahun. Ada satu anggota lagi, ART yang menjaga anak saya tetapi tidak tinggal satu rumah melainkan pulang pergi, Mba L namanya. Setelah Bapak dan istri dinyatakan positif, saya mengajak Ibu dan anak pertama serta anak kedua untuk swab test. Ini kali kedua anak-anak saya swab test, di tempat yang sama. Anak kedua saya, perempuan, sempat takut, tapi saya bujuk karena yang mau di-swab test adalah Aang-nya. "Kan mau jadi dokter, Nok," kata saya membujuk. "Jadi harus ketemu dokter dulu, biar Nok belajar jadi dokt

Lahirnya Si Tampan dari Selatan

Senin, 12 November 2012 saya yang bertugas di Republika Online (ROL) dapat jadwal piket sore, dari jam 16-00 WIB. Di hari yang sama, istri saya, Fitria Handayani, sudah mulai mengajukan cuti melahirkan. Sebab, menurut penerawangan dokter, istri saya akan melahirkan sekitar tanggal 11-20 November 2012. Dan perkiraan istri saya tepat. Selasa malam, sekitar pukul 23.00 WIB, istri saya sudah merasakan mulas di perutnya. Ia berkali-kali ke kamar mandi untuk beser alias buang air kecil. Sampai Selasa, 13 November 2012, sekitar pukul 02.00 WIB, mulas di perut istri saya semakin hebat. Saya yang baru tidur pukul 01.00 WIB, sadar tidak sadar menanggapi keluhan istri saya. Bahasa Sundanya lulungu alias masih belum segar. Tapi saya langsung memutuskan ba'da Subuh nanti kami akan pergi ke bidan dekat rumah.

Pukul 05.20 WIB
Saya dan istri dengan berjalan kaki sampai ke rumah sekaligus tempat Bidan Hj Een praktik. Jaraknya hanya sekitar 300 meter dari rumah kami. Ini bidan aslinya orang Garut. Udah berumur. Ya jelas aja, beliau udah jadi bidan saat ibu mertua saya hamil istri saya. Bayangin, ibu mertua saya ketika bersalin untuk melahirkan istri saya, yang ngebantuin Hj Een. Kebayangkan berapa banyak dan lamanya pengalaman beliau dalam urusan bidan membidan.

Pukul 05.25 WIB
Setelah daftar, Alhamdulillah saya dapat kamar VIP yang saya sudah pesan jauh-jauh hari. Kamarnya cukup luas untuk ukuran tempat praktik bidan. Ukurannya sekitar 5x5 meter. Kamar mandi di dalam, tempat tidur pasien, sofa, meja, ranjang bayi, AC dan televisi.

Pukul 05.35 WIB
Menantu dari Bidan Een, saya lupa namanya, datang ke kamar kami. Ia datang untuk memeriksa sudah bukaan berapa istri saya. Setelah diperiksa ternyata bukaan dua. Istri saya lalu diinduksi untuk merangsang mulas. Kami pun diminta menunggu.

Pukul 06.15 WIB
Istri saya dibawa ke ruang bersalin. Disana sudah ada sejumlah perawat yang menunggu. Tentunya ada Hj Een.

Pukul 06.20 WIB
Istri saya mulai teriak kesakitan. Perawat sigap. Dan setelah diperiksa sudah bukaan 6. Kami diminta menunggu lagi. Istri saya diminta tidur miring.

Pukul 06.30 WIB
Istri saya teriak. Pengen Puupppp. Perawat sigap, sudah bukaan 10. Dan pertaruhan hidup dan mati pun dimulai. Saya yang mendampingi istri tak henti-hentinya ngebacain surat-surat Alquran yang saya hafal. Tangis saya meledak ngeliat istri saya meregang kesakitan. Yang pertama melintas di pikiran adalah ibu saya. Baru tau ternyata sebegitu hebatnya pengorbanan ibu ngelahirin anaknya.

Pukul 06.50 WIB
Alhamdulillah, anak saya keluar dari rahim istri. Tapi belum ada tangis. Setelah dipukul pantatnya ternyata dia baru  mewek. Merdu. Ini pertama kali untuk saya dan istri mendengar tangisannya. Aduh saya aja mau nangis nulisnya. Anak saya laki-laki. Putih, rambutnya tebal. Ikal. Setelah dibasuh, dibersihkan, dipotong tali pusar lalu ditimbang dan diukur, beratnya 3,6 Kg dan panjang 50 cm. Istri saya pun mendapat perawatan.


Pukul 07. 15 WIB
Saya ambil anak saya dari pangkuan bidan. Gemetar tangan saya pertama kali menggendong malaikat kecil. Meski ini bukan kali pertama saya menggendong bayi, tapi tetap saja tangan dan hati gak bisa bohong. Gemetar karena saya sekarang sudah jadi bapak. Jadi ayah.


07.18 WIB
Lantunan adzan saya kumandangkan ke dekat telinga kanan putra saya. Perasaan itu campur aduk. Sampai terserak. Butuh waktu sekitar lima menit saya untuk menyelesaikan adzan. Menit berikutnya saya lantunkan ikomah di telinga kiri. Dan lima menit selanjutnya, putra saya kembali diminta perawat.

09.00 WIB
Istri saya dibawa ke ruang perawatan. Disana ia diminta istirahat. Dan saya pun ikut tertidur.


Ini foto-foto putra saya yang diambil beberapa jam setelah ia lahir. Oia, malaikat kecil ini saya beri nama, Fathir Faeyza Raharja Ucu. Fathir artinya pencipta. Faeyza berarti sukses, dan Raharja bermakna sejahtera. Sementara Ucu adalah nama keluarga saya. Jadi digabungkan menjadi 'pencipta yang sukses dan sejahtera'.




Pipinya masih merah. Foto ini diambil 4-5 jam setelah dia lahir


 
Foto ini diambil Selasa petang. Fathir udah bisa diajak berinteraksi.



                                   Foto bareng anak lanang.




Baru juga lahir, Fathir udah ngajakin bicara. Subhanallah. Mahasuci Engkau ya Allah. Terima kasih untuk karunia keturunan. Jadikan anakku sebagai penyelamat aku dan istri dari jilatan api neraka. Jadikan dia anak shaleh yang membawa kami ke surga-Mu. Penyejuk jiwa. Mudahkanlah hidupnya, lancarkanlah rizkinya, jagalah dari sengat dunia. Jadikan dia sebagai penghafal Alquran dan perawi hadist. Imam Masjidil Haram atau Masjid Madinah. Ringankanlah langkahnya untuk pergi ke Makkah dan Madinah seperti ke halaman rumah. Keliling dunia seperti pergi ke tempat kerja. Amin.

Semua orang bisa jadi anak, tapi belum tentu bisa jadi bapak. Maka jangan sia-siakan anak dengan urusan sepele. Urusan dunia, gadjet, media sosial, atau kerjaan. Love, Kiss, Hug.

Comments

YOUTUBE